Dikisahkan, di sebuah hutan, tampak seekor
monyet sedang bergelantungan atas pepohonan. Tak jauh dari sana, ada sekelompok
angin yang sedang bertiup. Ada angin topan, ada angin ribut, serta ada angin
badai. Ketiga jenis angin itu sedang adu mulut tentang siapa yang paling hebat
di antara ketiganya.
Makin lama, perdebatan mereka makin seru. Maka,
karena tak ada yang mengalah, mereka pun sepakat untuk saling adu kekuatan.
Mereka lalu melihat sekelilingnya. Dan, tampaklah di dekat mereka monyet yang
sedang asyik bergelantungan itu. Ketiga angin itu pun sepakat adu kuat dengan
berusaha menjatuhkan monyet itu dari pohon.
Pertama adalah giliran angin topan. Ia pun
segera bertiup pada monyet itu. Monyet yang ditiup angin topan, segera memeluk
erat pohon yang digelayutinya. Makin kencang angin bertiup, makin kencang pula
pegangan monyet pada pohon itu. Angin topan pun akhirnya menyerah, diiringi
ejekan kedua angin lainnya.
Tiba giliran angin ribut. Dengan ribut, ia
segera meniup monyet itu, seolah tak ingin memberi kesempatan monyet yang
tadinya sedikit melonggarkan pegangan setelah angin topan berhenti meniup.
Tapi, keributan yang ditimbulkan angin ditanggapi monyet dengan cara yang sama.
Makin kencang bertiup, makin kencang pula pegangan monyet pada pohon besar nan
kokoh yang seolah jadi pelindungnya.
Angin ribut pun menyerah. Terakhir, angin badai
segera memperlihatkan kekuatannya. Dengan badai yang dimilikinya, ia segera
meniup sekencang-kencangnya monyet itu. Tapi, lagi-lagi, sang monyet justru
makin kencang berpegangan pada pohon besar yang bergoyang-goyang akibat tiupan
angin badai. Monyet pun tak berhasil dijatuhkan oleh angin badai.
Maka, angin badai pun akhirnya juga menyerah.
Ketiga angin itu ternyata tak cukup punya kekuatan yang bisa menjatuhkan
monyet. Hingga, saat mereka membicarakan kehebatan monyet, datanglah angin
sepoi. Angin kecil yang bertiup itu penasaran mengapa ketiga angin besar itu
membicarakan kehebatan monyet yang tak berhasil mereka jatuhkan.
Mendengar kehebatan monyet itu, angin sepoi pun
ingin mencoba kekuatannya. Tentu saja, ketiga angin besar itu menertawakannya.
Sebab, angin yang sangat kencang saja tak berhasil menjatuhkan monyet, apalagi
angin kecil sepertinya. Namun, angin sepoi tak memedulikan ejekan mereka. Ia
segera menuju ke monyet dan meniupkan angin sejuknya.
Monyet yang mendapat tiupan angin sepoi rupanya
merasa keenakan. Hawa sejuk yang bertiup membuatnya tertidur di salah satu dahan
besar pohon. Tak lama, karena tertidur dengan posisi yang kurang pas, monyet
langsung terjatuh. Pegangan kuat monyet yang melonggar karena tertidur mendapat
tiupan angin sepoi menjadikan monyet kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
Melihat itu, ketiga angin besar yang sombong
mengaku kalah. Angin sepoi yang kecil tapi menyejukkan itu rupanya justru
berhasil membuat monyet takluk dan terjatuh dari pohon besar yang
melindunginya.
Acap kali kita mendapat banyak ujian yang terasa
sangat berat. Tapi, justru karena itu, kita malah jadi makin kuat. Cobaan yang
kerap datang akan membuat kita makin teguh untuk terus maju dan berjuang.
Kesulitan kerap justru jadi penguat yang menjadikan kita sebagai pribadi
tangguh yang siap maju ke “medan perang” kehidupan. Layaknya kisah tadi. Makin
kencang angin bertiup, justru makin kuat monyet berusaha bertahan. Jika kita
mampu melakukan hal tersebut, niscaya kita pun akan makin kuat dalam bertahan
menghadapi aneka cobaan.
Namun, jika kita sudah berhasil melewati ujian
dan meraih banyak kesuksesan, jangan sampai kita justru jatuh dan lengah oleh
ujian bernama kesenangan. Kerap, angin sepoi—berwujud pangkat, kedudukan,
kekayaan—justru malah membuat kita lupa. Akhirnya, seperti kisah monyet yang
jatuh akibat tiupan angin sepoi, kita jadi pribadi yang lengah—sombong, mabuk
kekuasaan, atau terlena oleh berbagai penghargaan. Jika itu tak kita sadari dan
perbaiki, bisa jadi kita justru “jatuh” dan “tenggelam” oleh sukses yang telah
kita ciptakan.
Karena itu, ada baiknya kita evaluasi diri. Jika saat berada di posisi bawah, bagaimana kita
harus bersikap menghadapi ujian berat. Tapi, begitu sudah berada di atas, kita
pun harus melihat ke dalam diri, jangan sampai kita terjebak dalam zona nyaman
yang melenakan.
Mari, terus mawas diri dan hati-hati. Saat
gagal, ingat bahwa ada sisi sukses yang siap menanti. Sebaliknya, saat sukses,
ingat juga bahwa setiap saat gagal juga akan terus membayangi.