Pada zaman dahulu, hiduplah seorang raja yang sangat kaya. Akan tetapi, ia merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Dari hari ke hari, ia merasa hidupnya kian hampa. Repotnya, dia sendiri tak tahu apa yang menjadi penyebabnya.
Suatu pagi, ketika bangun dari tidur, Raja mendengar suara seseorang yang sedang bernyanyi. Karena penasaran, dia pun bergegas mendekati asal suara tersebut. Ternyata, suara itu berasal dari salah seorang pelayan kerajaan yang sedang membersihkan ruangan. Pelayan itu terlihat sangat menikmati hidupnya. Dengan penasaran sang Raja bertanya: “Wahai Pelayan, rahasia apa yang engkau miliki, sehingga bisa begitu bahagia?”
Pelayan itu pun menjawab, “Tuanku Raja, hamba tidak memiliki apa-apa, kecuali keluarga yang bahagia dan penuh syukur.”
Karena merasa penasaran dengan penuturan si Pelayan, sang Raja pun memanggil penasihat kerajaan yang bijaksana untuk dimintai saran. Kata sang Penasihat, “Yang Mulia, saya yakin bahwa si pelayan itu belum masuk Koin 99! Untuk menjelaskannya, mohon beri hamba koin emas sejumlah 99. Nanti, koin emas ini akan hamba masukkan ke dalam tas, dan hamba letakkan di depan pintu rumah si pelayan.”
Singkat cerita, tas yang sudah berisi koin 99 itu kemudian diletakkan di depan rumah si pelayan. Sang Raja sendiri dengan perasaan ingin tahu, ikut menantikan bagaimana kira-kira reaksi si Pelayan.
Pada saat si pelayan membuka pintu rumah, dia terkejut dan berteriak kegirangan karena menemukan tas besar berisi kepingan uang emas. Dengan tak sabar, si Pelayan pun mulai menghitungnya. Ternyata, hanya ada 99 keping uang emas—yang berarti tidak genap 100 keping! Lalu, pelayan itu pun mencarinya ke seluruh penjuru istana. Tetapi sia-sia saja, karena ia tetap tidak menemukannya. Jadi, dia bertekad akan bekerja lebih keras supaya dapat membeli 1 lagi koin uang emas sehingga jumlah uang emasnya bisa genap menjadi 100.
Karena begitu fokus akan ambisi dan pekerjaannya, berbeda dengan hari-hari sebelumnya, si pelayan tak lagi bernyanyi dan bersiul gembira. Wajahnya terlihat begitu serius dan murung. Terlihat perubahan yang sangat drastis dalam diri si pelayan.
Sang Penasihat pun menjelaskan hal ini kepada raja, “Tuanku, itu artinya, Pelayan itu telah bergabung dengan Koin 99! Yaitu mereka yang memiliki banyak hal, tetapi merasa tidak bahagia. Mereka fokus bekerja untuk mengejar satu koin lagi supaya genap menjadi 100. Celakanya, dalam mengejar 1 koin ini, mereka lupa pada hal-hal lainnya. Mereka kekurangan waktu tidur, kekurangan waktu untuk keluarga, untuk lingkungan, serta kekuarangan waktu untuk kebahagiaan mereka sendiri. Terkadang, dalam mengejar satu koin emas ini, mereka rela mencelakai orang lain. Itulah yang hamba maksud dengan Koin 99, Yang Mulia.”
“Wahai engkau Penasehat yang bijak, sekarang aku memahami maksudmu,” jawab sang raja. “Mulai sekarang kuputuskan, untuk menghargai setiap apapun yang aku miliki.”
Pembaca yang Bijaksana...
Sebagaimana si Pelayan dalam cerita tadi, tanpa kita sadari, kita pun sering terfokus hanya pada ‘1 koin’ yang kurang, tanpa pernah bersyukur pada ‘99 koin’ yang sudah kita punya.
Padahal kita semua tahu, ada hal-hal yang tak ternilai harganya. Misalnya kesehatan, teman, sanak-saudara, bahkan keluarga. Bahkan kalau toh seandainya ada salah satu dari hal-hal tersebut tidak kita miliki, setidaknya kita masih memiliki umur dan waktu.
Mari teman-teman, mengembangkan dan menjalankan semua aktivitas dengan modal rasa syukur dan bahagia. Sehingga di sepanjang jalan, kita bisa selalu ringan tangan berbagi kebahagiaan kepada sesama, terutama keluarga.