Dikisahkan, ada seorang pekerja yang tinggal di rumah sederhana dengan sumurnya yang bermata air jernih, bersih dan segar. Dia bekerja sebagai pengambil air. Tugasnya adalah memenuhi bak air untuk kebutuhan di rumah majikannya.
Dengan pikulan dan ember kayu di kiri kanan tubuhnya, setiap hari dilaluinya jalan sepanjang satu kilometer. Sayangnya satu ember utuh, ember yang lain bocor—ada beberapa lubang kecil di sana. Dengan ember yang utuh, air sampai ke tujuan dengan utuh pula. Sedang ember yang bocor, sampai di tujuan hanya tersisa setengah ember air saja. Si ember utuh merasa bangga sekali dengan hasil kerjanya, sedangkan si ember bocor semakin lama merasa semakin frustasi.
Dia pun berkata kepada si pekerja, “Tuan, saya merasa sedih dan malu sekali. Saya ingin minta maaf...”
“Kenapa kamu merasa malu?” Tanya tuannya.
“Selama saya disini, saya cuma bisa menyumbangkan setengah ember air ke rumah majikan. Gara-gara saya, mesti tuan telah bekerja keras tetapi hasilnya tidak seimbang dengan tenaga yang tuan keluarkan.” Tukang air terdiam menyimak kata-kata si ember bocor sebelum menjawab, “Di perjalanan pulang nanti, perhatikanlah baik-baik tepian jalan berbunga yang setiap hari kita lalui.” Saat perjalanan pulang, si ember bocor pun memperhatikan tepi jalan yang mereka lewati.
Di bawah sorot hangat sinar matahari, bunga-bunga beraneka warna tumbuh berkembang dis epanjang jalan. Melihat pemandangan yang indah itu, si ember merasa terhibur hatinya. “Lihatlah bunga-bunga yang tumbuh di sisi sebelahmu dan tidak tumbuh di sisi ember utuh. Itu karena saya sengaja menabur benih kembang di sisimu dan kamu yang menyirami setiap hari kita melewati jalan ini. Indah sekali kan? Bunga-bunga itu kupetik untuk dipajang di rumah majikan kita, juga kuberikan untuk kekasihku, dan dia pun semakin sayang kepadaku. Kalau tidak ada kamu, rumah majikan tidak akan seindah itu dan cintaku pun tidak akan semesra ini. Ha ha! Aku lah yang seharusnya berterima kasih kepadamu!” kata si tukang air panjang lebar, dengan riang.
Mendengar semua perkataan itu, si ember bocor merasa senang dan bersyukur karena ternyata walaupun dirinya tidak utuh lagi tetapi masih bisa berguna dan membahagiakan orang.
Pembaca yang Luar Biasa....
Begitu pula dalam kehidupan ini, sering kali kita terjebak oleh pandangan yang salah tentang peranan kita. Tiap hari, kita lebih banyak berkutat dengan kekurangan dan kelemahan semata, sehingga perasaan rendah dirilah yang lebih dominan dalam mengarungi hidup ini.
Perlu disadari, tidak ada manusia yang sempurna. Bagaimana pun kecilnya peranan / pekerjaan yang kita emban, lakukan dengan penuh tanggung jawab. Yakin! Apa yang kita berikan pasti bernilai buat diri sendiri dan orang lain.
Tetap semangat, salam sukses...