Di sebuah kerajaan, raja mempunyai dua orang putra yang beranjak menjadi dewasa. Mereka berdua sama pandainya dan baik hati. Melihat karakter dan kemampuan kedua putra mahkota, rakyat merasa lega dan berbahagia karena kelak, apabila raja turun dari tahta, siapapun di antara kedua putra mahkota, pasti akan mampu memimpin kerajaan dengan baik dan bijak.
Akhirnya tiba waktunya, raja harus menentukan pilihan, siapa penerus tahta di antara dua anak tersebut. Setelah memikirkan cukup lama, maka suatu hari dipanggillah keduanya untuk menghadap raja.
“Anakku! Ayah tahu kalian berdua sama-sama pandai, berprestasi serta dan mencintai kerajaan ini. Ayah menyayangi kalian dan tidak pernah membeda-bedakan. Umur ayah sudah semakin tua, suatu hari kelak, ayah harus menyerahkan tahta kerajaan ini kepada salah satu di antara kalian. Entah siapapun kelak yang memerintah kerajaan ini, kalian harus tahu dan mengerti, bahwa ayah tidak pernah meragukan kemampuan kalian dan tetap mencintai kalian sama besarnya.”
Setelah diam sejenak, sang raja melanjutkan, “Ada yang Ayah ingin kalian pikirkan baik-baik sebelum menjawab. Jawaban kalian akan menentukan seberapa besar kebijaksanaan yang kalian punyai untuk menjadi diri sendiri dan pemimpin di kemudian hari. Apakah kalian siap mendengar?” Keduanya menganggukkan kepala dan bersamaan menjawab, “Kami siap!”
Lalu sang raja memberi sekeping uang emas kepada kedua putranya sambil berkata, ”Dengan uang ini belilah benda atau apa saja yang dapat memberikan gambaran dan pandanganmu apabila engkau memimpin kerajaan ini”.
Tiga hari kemudian, saat malam tiba, satu persatu mereka menghadap raja. Si sulung ternyata membeli sebuah pena, diapun menjelaskan, “Pena adalah benda yang penting dan serba guna. Dengan pena ini, aku akan menulis semua yang Ayah inginkan dan rencanakan untuk kesejahteraan kerajaan ini.”
Saat si bungsu tiba, dia mengajak ayahnya masuk ke dalam sebuah ruangan yang gelap, dan menghidupkan lilin di tangannya sambil berucap, “Ayah, menurut ananda, seorang pemimpin sama seperti cahaya lilin ini, memberi penerangan bagi mereka yang ada di kegelapan dan menjadi panutan pada semua orang yang dipimpinnya. Dan setiap saat rela berkorban untuk penerangan itu sendiri.”
Sang raja sangat gembira dengan jawaban kedua putranya. Setelah menganalisa secara saksama, akhirnya sang raja memilih anak kedua sebagai calon penerus tahta kerajaan.
Gambaran seorang pemimpin sama seperti nyala sebuah lilin yang mampu menerangi dan menghangatkan seisi ruangan adalah tepat sekali, karena pemimpin bukanlah sekadar posisi yang hanya memerintah dan mengawasi. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk membimbing, membina, dan mengembangkan kelebihan orang yang dipimpinnya sehingga tercipta sinergi dalam proses pencapaian cita-cita bersama.
Kepemimpinan adalah teladan, pengabdian dan proses tanggung jawab tanpa henti.