Di sebuah kota,
tinggallah seorang pemuda. Sebut saja namanya Joko. Suatu hari, saat sedang
berkendara, ia melihat lampu lalu-lintas yang tak jauh di depannya sudah
menyala kuning. Bukannya melambatkan laju mobilnya, Joko malah ‘tancap\' gas.
Ia tahu, lampu merah di persimpangan itu biasanya menyala cukup lama dan
karenanya ia enggan menunggu.
Begitu mendekati lampu
lalu-lintas, nyala lampu kuning berganti menjadi merah. Karena berniat
menerobos lampu lalu-lintas, Joko pun terus melaju. Namun setelah melaju tak
berapa jauh dari persimpangan, tiba-tiba terdengar suara peluit keras sekali.
"Priiiiiiitttt!"
Di seberang jalan,
seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti. Dengan hati terpaksa dan
penuh dongkol, Joko menepikan kendaraannya. Dari kaca spion, ia memperhatikan
polisi yang mendatanginya. Wajahnya familiar.
"Ah, itu kan Andi,
teman SMA-ku dulu!" Joko merasa agak lega. Ia pun turun dari mobilnya dan
menyambut Andi layaknya teman lama. "Hai, Andi. Senang sekali bisa ketemu
kamu lagi!"
"Halo Joko,"
sapa Andi. Namun, tidak ada senyuman di wajahnya.
"Maaf nih, karena
aku lagi buru-buru, jadi terpaksa aku menerobos lampu merah," Joko mencoba
memberikan alasan.
Andi mengangguk.
"Aku bisa mengerti. Tapi sebenarnya, kami sering memperhatikan kamu
melanggar lampu merah di persimpangan ini."
"Oh ya?" Joko
memasang muka kurang senang. "Kalau begitu, silakan tilang saja!"
Dengan kasar, Joko menyerahkan SIM-nya pada Andi. Kemudian, ia masuk ke dalam
mobilnya sambil membanting pintu. Melalui sudut matanya, Joko melihat Andi
menulis sesuatu di buku tilangnya. Hatinya jengkel, mengingat perlakuan teman
lamanya yang dirasanya kurang simpatik itu.
Tak berapa lama, Andi
mengetuk kaca jendela mobilnya. Joko membuka kaca jendela sedikit, mengambil
surat tilang yang diselipkan melalui celah sempit itu, dan melemparnya begitu
saja ke atas dashboard mobil. Andi tertegun melihat kelakuannya itu. Tapi, Andi
segera kembali ke posnya tanpa berkata apa pun.
Setelah tiba di tempat
tujuan, sebelum turun dari mobil, Joko mengambil surat tilangnya. Tiba-tiba, ia
menyadari SIM-nya terselip di situ. Dan kertas yang dikiranya surat tilang
ternyata adalah secarik surat untuknya.
"Kenapa aku tidak
ditilang?" Sambil terheran-heran, ia segera membaca isi surat Andi.
"Halo Joko, dulu, aku punya seorang anak perempuan.
Sayangnya, dia sudah meninggal, tertabrak seorang pengemudi yang ngebut
menerobos lampu merah. Mungkin kamu berpikir pelanggaran lalu lintas sebagai
hal remeh. Namun bagiku, pelanggaran semacam ini adalah hal besar yang bisa
mempengaruhi kehidupan orang lain. Jadi, aku harap kamu hati-hati dalam berkendara.
Semoga selamat sampai di tujuan. Salam, Andi."
Joko terhenyak. Air mata
penyesalan bercampur kesedihan menetes dari matanya. Segera, ia memutar
kendaraannya untuk kembali ke pos polisi di persimpangan tadi. Ia harus meminta
maaf pada sahabatnya sekaligus berterima kasih karena telah mengingatkannya.
Kali ini, ia mengemudikan kendaraannya dengan lebih cermat dan hati-hati.
Pembaca yang baik hati...
Manusia diciptakan
berbeda-beda. Dengan menyadari hal itu, kita pun sepatutnya menyadari bahwa
sering kali pula kita memiliki pandangan yang berbeda terhadap sesuatu hal.
Seperti pada kisah ilustrasi di atas, kesukaan Joko untuk menerobos lampu merah
yang baginya "menyenangkan" justru merupakan sebuah bencana bagi Andi
karena pengalamannya yang pahit.
Karena kita tidak hidup
seorang diri di dunia ini, kita seharusnya bersedia memperhatikan dan
mempertimbangkan penilaian dan pengertian orang lain. Dengan sikap yang penuh
kehati-hatian ini, hidup yang kita jalankan akan bermakna lebih baik dan
berharga bagi diri kita sendiri juga orang lain di sekitar kita.
Sekian,,, Salam Sukses.....