Lulus
kuliah tepat waktu dengan predikat cum laude bukanlah
hal yang mudah, untuk mencapainya dibutuhkan perjuangan dan semangat belajar
yang tinggi. Pretasi tersebut berhasil diraih oleh Darwati (23), asisten rumah
tangga (ART) asal Desa Gunungan RT 002/RW 001, Kecamatan Todanan, Kabupaten
Blora, Jawa Tengah.
Terlahir
sebagai anak petani boro (petani tanpa lahan) di Kabupaten Blora, kehidupan
keluarga Darwati (23) terbilang jauh dari mapan. Namun anak perempuan dari
pasangan Sumijan dan Jasmi ini memiliki impian dan tekad kuat untuk menjadi
seorang sarjana meski kondisi perekonomian keluarganya terbatas.
Impiannya sangat sederhana, yaitu ingin menaikkan derajat dan memperbaiki hidup
kedua orang tuanya.
Setelah
lulus dari SMA Muhammadiyah 5 Todanan, Darwati memutuskan merantau ke Jakarta
untuk bekerja, namun belum genap seminggu dia kembali pulang ke kampung halaman
karena tindak kekerasan. Setelah itu Darwati sempat ikut bekerja berjualan es
campur di kampung, namun tidak lama karena dia memutuskan untuk menerima
tawaran kerja sebagai ART.
Masih
jelas dalam ingatan Darwati tanggal 16 Agustus 2010 adalah awal dia bekerja
sebagai ART di rumah Drg. Lely Atasti Bachrudin, di Grobogan. Ketika itu masih
belum terbayang bahwa kelak dia bisa mewujudkan impiannya untuk meneruskan
pendidikan hingga sarjana. Hingga satu waktu Darwati bergumam mengenai
keinginannya untuk kuliah. “Mungkin didengar sama Bapak (majikan), beberapa
hari setelah itu, Bapak tiba-tiba bilang saya boleh nyambi kuliah,” ungkapnya.
Diceritakan, majikannya kala itu mengatakan jika ayahnya dari desa baru saja
menemui sang majikan dan menyampaikan keinginan Darwati berkuliah, dan
majikannya ternyata mengizinkan.
“Saya
langsung semangat mencari informasi perguruan tinggi sampai akhirnya memilih di
Semarang. Saya sisihkan sebagian gaji. Ternyata bapak saya tidak pernah menemui
beliau (majikan),” kenangnya.
Setelah
berhasil tercatat sebagai mahasiswi jurusan Administrasi Negara di Universitas
17 Agustus Semarang (Untag), Darwati tetap bekerja sebagai ART. Untuk berangkat
kuliah, ia harus menempuh jarak kurang lebih 50 kilometer dengan menumpang bus,
terkadang menumpang kawannya yang kebetulan berasal dari Grobogan.
“Yang
mengejek, ya pasti ada, namun saya anggap angin lalu. Untuk dana, saya sisihkan
uang gaji, kadang saya pinjam teman, kadang juga diberi uang saku sama Bapak
(majikan),”katanya.
Ejekan
dari beberapa temannya justru dijadikan motivasi untuk mendapatkan prestasi
yang baik. Setiap malam, Darwati menyempatkan diri untuk belajar, meski
sebagian besar waktunya habis untuk bekerja. “Belajarnya kalau pas waktu
senggang saja, kadang habis maghrib sambil menunggu bos, jika ada pekerjaan.
Kadang (belajar) di atas jam 9 malam agar bisa konsentrasi,” jelasnya.
Tidak jarang juga ketika sang majikan memanggil, dia sedang asyik belajar.
Kendati demikian, sang majikan bisa memahami juga apabila Darwati terlambat
datang memenuhi panggilan.
Semua
usaha dan kerja keras Darwati tidak sia-sia, ia berhasil lulus sebagai salah
satu mahasiswi terbaik dengan indeks prestasi 3.68. Keberhasilannya ini tentu
membanggakan kedua orang tua dan juga keluarga majikannya. Tidak hanya itu,
prestasi Darwati di bidang pendidikan mendapatkan perhatian dari Menteri Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi M. Nasir yang menawarkan beasiswa S-2 di
Universitas Diponegoro Semarang.
Perjuangan
Darwati bisa menjadi contoh, dia berhasil membuktikan bahwa kesuksesan
tidak melihat dari mana seseorang berasal. Sukses bisa terwujud
selama ada keberanian untuk bermimpi, keinginan yang kuat dan kerja keras pantang menyerah untuk mencapainya.